Karya :
Yuniasari Megandini
16
“Kita
semua mempunyai hal yang spesial dan rahasia di dunia ini.”
Aku adalah gadis yang 3
jam lagi bertambah umur menjadi 16 tahun tetapi aku rasa ada yang kurang di
sisiku. Entah aku berprasangka buruk bahwa aku hanya satu di dunia ini.
Sebenarnya aku ingin tahu sekali saat pertama kali aku menarik nafas yang
pertama kalinya di bumi, apakah semua orang menyambutku? Atau malah sebaliknya.
Aku mempunyai keluarga dan aku adalah anak satu-satunya. Ibuku pernah bercerita
bahwa saat aku dilahirkan ke muka bumi ini, keluarga dari Ayahku tidak ada yang
mau menengok. Aku tahu itu sangat menyedihkan, karena Ayahku ingin dijodohkan
dengan perempuan lain tetapi Ayah lebih memilih Ibu karena cinta yang
menyatukan mereka. Tuhan, aku tahu bahwa aku harus sabar dan lebih tabah lagi
untuk menerima kenyataan bahwa aku terlahir ke dunia ini disaat suasana kelam.
Langit
begitu mendung karena tidak ada bintang yang menghiasi malam ini. Aku menunggu
orang tuaku karena di malam yang dingin ini aku ingin kedua orang tuaku berada
di sampingku dan menceritakan tentang masa-masa indah saat kita bersama.
Kendaraan-kendaraan berasap melewati tempat ini dari tadi, entah mengapa aku
hanya merasa sesak dan seperti sangat jauh dengan orang lain. Di depanku sudah
ada kue besar dan lilin yang berbentuk angka 16 dihiasi lilin-lilin warna-warni
di depannya.
“Tuhan,
malam ini aku ingin suatu keajaiban terjadi.” Aku mengepalkan kedua tanganku
dengan penuh harap.
Disini
sangat gelap, aku bahkan tidak
dapat melihat tanganku sendiri, dan aku mulai mengingat-ngingat ulang tahunku
yang dahulu. Waktu aku berumur 3 tahun, aku berada di antara gedung mewah dan
disanalah ulang tahunku dirayakan, pesta megah dan kue-kue besar menghiasi
setiap sudut, balon-balon dan banyak badut, semua hadiah menggunung di
hadapanku. Itulah potret yang kulihat dari album yang ada di dalam rumah. Yang
paling membuatku bahagia adalah pasti banyak orang yang mengucapkan selamat
ulang tahun kepadaku. Alangkah sangat bahagianya dahulu, aku semakin ingin
kembali kepada masa lalu yang penuh warna itu. Disaat kedua orang tuaku selalu ada
disisiku untuk menjaga putri kecilnya dan itu terasa sangat manis sekali
bagaikan kue keju panggang yang baru saja di keluarkan dari oven.
Disaat
ulang tahunku yang ke-4 dan ke-5, pesta itu menghilang tetapi masih banyak kue
walaupun tak sebesar yang dahulu, tidak ada hadiah atau pun badut, hanya ada
orang tuaku dan semua sanak saudara disampingku. Aku masih tertawa karena
banyak sekali orang disampingku, masih ada kehangatan disaat kita bersama. Tetapi
disaat usiaku yang menginjak ke-8 tahun semua itu berubah, tidak ada lagi
pesta, bahkan tidak ada lagi ucapan dari sanak saudara, yang ada hanya keluarga
dan satu kue untuk menghiasi umurku yang bertambah ini, aku sering diberi uang
saku lebih dan itu aku pakai untuk makan teman-temanku, itulah kebiasaan yang
sering aku lakukan, walaupun tidak banyak dan tidak mewah tetapi ucapan dari
keluarga dan orang-orang yang ada disekitarku sangatlah berharga.
Tiba-tiba
suasana bertambah sangat dingin, aku dengar bunyi hujan dari luar jendela
rumahku. Tetapi entah mengapa aku merasakan tubuhku juga mendingin seperti terkena air. Malam ini
benar-benar terasa sangat panjang karena detik-detik berjalan dengan begitu
lemah. Aku sangat ingin melihat bintang tapi malam ini sangatlah kelam.
“Ah,
aku terhenti untuk bernuansa ke dalam masa lakuku lagi. Tapi mengapa sampai
sekarang Ibu dan Ayah belum datang juga yah? Padahal ini hampir tengah malam.”
Untuk
mengulur waktu, aku juga ingin bercerita tentang ulang tahunku yang ke-14
tahun, disaat itu aku mempunyai teman yang sangat banyak dan mereka semua
sering mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku dan tidak lupa orang tuaku yang
sering mengucapkannya pagi-pagi sekali. Aku tahu orang tuaku sering sekali sibuk
sehingga ayahku terkadang lupa akan ulang tahun putrinya sendiri tetapi Ibu
selalu mengingat ulang tahunku dan Ibu sering meluangkan waktunya untuk
membuatkan masakan atau pun kue bolu, padahal aku tidak memerlukan semua itu,
bagiku bersama dengan kedua orang tuaku itu sudah cukup. Tetapi Ayah sering
sekali tidak ada di hari ulang tahunku, aku sering merasa iri kepada
teman-temanku yang lengkap keluarganya jika mereka berulang tahun, yang aku
butuhkan bukanlah sebuah hadiah namun sebuah kebersamaan.
Hujan
nampaknya semakin reda dan angin malam pun mulai terdengar di telingaku,
angin-angin itu seperti sedang berbisik dan berlomba-lomba ada di dekatku.
Malam semakin terasa sangat menusuk untuk membawaku kembali ke masa lalu. Di
ulang tahunku yang ke-15 aku semakin jauh dengan keluargaku bahkan dengan
orang-orang yang aku kenal, tetapi kedua orang tuaku mengucapkan selamat ulang
tahun lewat telefon genggam. Aku harus mengerti betapa sulit keadaan ini dan
sebenarnya aku semakin merasa sepi, karena hanya dalam jangka waktu 1 tahun
semua kejadian bisa berubah begitu saja dan aku semakin terpisah dengan kedua
orang tuaku. Itulah yang membuatku berharap agar kedua orang tuaku berada di
sampingku untuk malam ini,disaat umurku bertambah.
“Tuhan,
bolehkan aku berharap? Seperti gadis korek api yang dimana saat ia menyalakan
sebatang korek, permintaannya akan terkabul. Bisakah itu terjadi Tuhan? Aku
butuh keluargaku di malamini.”
Aku
pun mengambil korek dan mulai menyalakan lilin-lilin yang berada di atas kue
ulang tahunku dan air mataku pun menetes lalu aku tertawa dengan lirih.
“Tuhan. Lihat! Aku yang
coba menghibur diriku sendiri dari tadi. Aku telah membohongi diriku sendiri!
Aku tak bisa melihat! Aku tidak tinggal di dalam rumah! Aku tidak mempunyai kue
ulang tahun! Aku tidak memunyai sebatang lilin ulang tahun atau pun lilin biasa.
Dan yang paling menyedihkan orang tuaku telah meninggal setahun yang lalu
karena disaat aku dan keluargaku pergi untuk menghabiskan waktu bersama,
ternyata mobil kami jatuh ke jurang dan hanya aku yang selamat tetapi aku
sekarang tak bisa melihat!”
“Tuhan, aku tahu
sekarang aku tidak punya siapa-siapa lagi. Tapi bisakah kedua orang tuaku ada
disini? Satu menit saja itu sudah cukup. Aku butuh mereka untuk menjadi mataku,
aku butuh mereka untuk menyejukkan jiwaku, aku butuh mereka untuk menjadi
mataku walaupun hanya semenit saja. Apakah itu sulit?”
Air mataku terjatuh dan aku tidak tahan. Di jalanan yang
ramai ini, aku hanya berada di pojok jalan tanpa bermandikan cahaya lampu, aku
kehujanan, aku kedinginan di bawah selimut malam, aku begitu lapar dan aku tak
mempunyai siapa-siapa. Aku tak bisa melihat bintang karena aku buta, aku tidak
bisa melihat kedua tangan yang aku miliki karena aku buta. Inilah kisahku yang
nyata. Entah mengapa air mata ini tak ada habisnya untuk mengalir walaupun mega
telah berhenti menangis namun air mataku ini tetap mengalir.
“Aku harus tegar kan
Tuhan? Ini memang sangat menyedihkan, di umurku yang ke-16 ini aku hanya ada
satu permintaan. Suatu saat nanti tolong pertemukan aku dengan kedua ornag
tuaku, agar aku bisa meluapkan semua rindu dan duka yang telah kupendam begitu
lama. Walaupun aku tidak bisa melihat namun aku masih bisa merasakan bahwa
masih ada kehidupan walaupun aku terasingkan di dalamnya.”
Itulah kisah menjelang
ulang tahunku yang ke-16. Hidup itu kadang manis dan kadang juga terasa pahit.
Aku yakin suatu saat nanti aku akan menemukan manisnya hidup lagi, seperti dulu
yang pernah kurasakan walaupun tanpa keluarga disisiku tapi aku bisa merasakan
keluargaku ada disini. Sama halnya waktu aku pertama kali menghirup nafas di
bumi sampai pada suatu saat aku menemukan kehidupan baru di dunia ini.
“Aku yakin Tuhan, suatu
saat nanti aku akan menemukan sebuah kehidupan di alam yang abadi dan bahagia
di dalam masanya, dimana aku akan bisa melihat dan keluargaku ada disampingku
untuk tersenyum bersama. Aku percaya , Tuhan.”
Kisah 16 tahun seorang
gadis yang kedinginan dipinggir jalan. Inilah kisahku. Orang-orang selalu
bertanya, bagaimana aku bisa bertahan hidup di dunia yang telah mengambil semua
kebahagiaanku. Tapi aku tidak berfikir bahwa dunia ini kejam, aku tidak pernah
berfikir bahwa Tuhan telah mengambil semua kebahagiaanku. Karena aku masih
memiliki hati untuk tetap berperasaan dan bertahan hidup, aku masih memiliki
kedua tangan yang bisa aku pakai untuk meraba-raba, aku masih memiliki kedua
kaki yang selalu membantuku untuk berjalan, aku masih memiliki kedua telinga
yang aku gunakan untuk mendengar, aku
masih memiliki akal fikiran yang selalu aku gunakan untuk mengingat semua potret
yang pernah aku lihat dulu dengan kedua bola mataku dan yang paling penting aku
masih memiliki Tuhan yang selalu menuntun dan melihatku.