Laman

Minggu, 29 Maret 2015

Congklak

Hari yang panjang, aku masih menunggu disuatu ruangan. Ruangan yang selalu penuh dengan agenda padat. Bandung yang nyaman karena setiap hari ditemani hujan. Kali ini aku mulai berkaca menatap kedua bola mataku yang sudah berhari-hari hanya sebentar terpejam. Ditengah lantunan adzan yang berkumandang di hari Jum'at, aku siapkan diri mencoba menebang seluruh bayangmu dan mencabutnya sampai ke akar fikiranku. 'Harusnya aku bisa lebih fokus lagi berada dalam rutinitas ini' kerap kali aku berbicara seperti itu di dalam hati. Pikiranku tiba-tiba berubah fokus saat aku bisa memainkan sebuah mainan sederhana yang sering aku mainankan dari dulu dengan Ibu dan adik-adikku. Semangat anak kecil masih membara di dalam diriku, biasanya aku selalu menjadi pemenang dalam permainan ini, "Congklak". Aku pastikan aku masih hafal benar taktiknya. Ditemani dengan teman-teman yang ada di ruangan itu. Satu persatu aku kalahkan mereka, dibayar ingatan ini dengan rasa kepuasan atas kemenangan.
"Aku adalah ratu di dalam permainan ini! haha" itulah kata-kata yang dapat aku ekspresikan melihat mereka berfikir bagaimana cara mengalahkanku. Padahal ini semua hanyalah taktik yang aku ingat, dan ingatan inilah yang membantuku. Jiwa kekanak-kanakan yang masih ada di dalam diriku, aku biarkan itu tumbuh dan hari ini menjelma. Sampai disuatu sudut aku melihatmu memandang beberapa kali. 'Abaikan saja, jangan ganggu dia' aku mencoba bermain lagi sampai semua teman-teman kehabisan langkah.
"Boleh ikut main?"
Laki-laki ini menghampiriku lagi, 'sebenarnya apa yang benar-benar dia inginkan?'
"Boleh, silahkan" setidaknya bersikap profesional adalah yang bisa aku lakukan saat ini.
"Kakak lupa-lupa ingat memainkan ini." Dia jeli memperhatikan tanganku dan perkataan yang keluar dari mulutku, mungkin dia benar-benar lupa.
"Apa kakak sudah pernah memainkannya?"
"Sudah, tapi lupa haha" sekali lagi aku masih bisa berkonsentrasi dan menunduk, mencoba fokus kepada mainan anak kecil ini.
Wajahnya benar-benar kebingungan dan berulang kali ia mencoba secepat diriku. Sesekali menembak dan sesekali terjatuh, permainan anak kecil memang memberikan emosi yang kuat atau mungkin hanya aku yang merasa seperti ini. Aku benar-benar senang, entah senang karena bisa memenangkan permainan atau senang karena aku bisa bermain dengan dia. Laki-laki yang sudah berulang kali kalah dalam permainan "Congklak" melawan wanita sepertiku
'Sepertinya labirin di dalam hatiku sedikit terbuka lagi'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar