Aku adalah sebuah planet baru, planet
yang belum lama diketahui mengorbit dan berotasi di Bimasakti. Tidak banyak
yang menyadari keberadaanku, kecuali mereka yang memang tergila-gila pada
langit dan isinya. Aku hanyalah sebuah bagian kecil dari Bimasakti, yang berada
di orbit paling luar, terlihat bagai partikel debu di luasnya Bimasakti.
Suasana di galaksi ini tidak
begitu asing, aku memang dilahirkan di sebuah galaksi yang begitu tersohor.
Sebuah galaksi yang penuh gemerlap, sebuah galaksi yang memuat kehidupan. Warna
setiap partikel yang ada ditubuhku adalah biru, karena disetiap zat yang ada
ditubuhku ini adalah air seperti layakya Neptunus dan Uranus.
Aku menikmati rotasi demi rotasi
yang terjadi, revolusi demi revolusi. Aku melihat begitu banyak planet lain di
sini, terusun, berputar didalam sebuah orbit dengan Sang Surya sebagai
pusatnya. Semua berjalan normal, tidak ada yang istimewa, hingga saat itu tiba,
saat ketika aku berpapasan dengan Venus, dewi diantara para planet, dewi yang
dikagumi oleh seluruh isi Bimasakti.
Pengalaman itu begitu membekas. Aku
begitu lama mengamatinya, mengintip dibalik raga para planet lain, planet yang jauh lebih
dekat dengannya, planet yang memiliki kedekatan lebih awal dengannya. Suaranya begitu jelas terdengar, merdu, setiap
baris kata yang terucap selalu memiliki makna yang menarik untuk digali, kata-kata
yang menjadi candu bagiku untuk selalu mendengarnya. Tanpa terasa, aku telah
jatuh kepadanya. Sebuah planet yang
memiliki cahaya putih, revolusi yang begitu cepat begitu memukau seisi
Bimasakti.
Gila memang, aku mengagumi sosok
Venus yang begitu sempurna, sosok Venus yang telah mampu membuat Sang Surya
takluk dihadapannya, yang mampu membuat Saturnus dan Uranus saling berebut berada
lebih dekat dengannya.
Venus, aku kini begitu memujanya.
Kadang bahkan dengan nekatnya aku mencoba memasuki orbitnya. Bodoh memang, sebuah planet antah
berantah sepertiku mencoba memasuki orbitnya yang bahkan tak dapat ditembus
oleh Yupiter, Uranus, Saturnus bahkan Sang Surya. Aku telah larut dalam sebuah
kekaguman yang membodohkan, kekaguman yang mebutakan, kekaguman yang merambat
perlahan menuju inti.
Begitu sering aku memaksa
mendekat, mencoba untuk berbicara, hingga akhirnya Venus bersedia memberikan
sedikit waktunya. Memberikan sedikit waktu untuk dihabiskan dengan aku, sang
planet kecil yang bahkan tidak bernama begitu indah. Menghabiskan sedikit
waktunya untuk membahas kisah – kisah hidupnya yang aku lewatkan. Memberikan
sedikit waktu, yang ternyata menjadi sebuah awal dari sebuah kisah yang entah
akan jadi seberapa panjang.
Siapa sangka, planet seanggun Venus
ternyata menyimpan kisah yang begitu memilukan, kisah mengenai perjuangan serta
pengorbanan yang dibalas dengan pengkhianatan. Kisah yang memberikan pelajaran
tentang kerelaan, kesabaran, keikhlasan dan kepedulian. Aku mematung, aku
membatu ketika ia berbicara tentang Sirius. Sirius adalah bintang yang paling
bersinar di jagad raya bahkan cahaya birunya begitu indah tetapi ia memang
sudah memiliki sosok bintang lain yang ditakdirkan oleh langit yaitu Vega.
Ternyata hati Sang Dewi tidak akan bisa diketuk begitu mudah, begitulah yang
meteor ceritakan ketika melihat Sang Dewi dari kejauhan. Aku merasa semakin
menciut, perlahan ingin kutarik diriku dari dekatnya lalu menghilang, aku
merasa tak sebanding dengannya. Dengan kisahnya. Hanya saja inti ini ternyata
masih menolak. Tidak ada tenagaku yang sanggup menjauh dari sinar putihnya,
bahkan menolak bayangnya pun aku tidak bisa. Lalu aku bertekad untuk
melanjutkan kisah ini, sampai dimana ia berhenti akan aku ikuti alurnya. Biar
langit memperhatikan, walau aku tidak merasa pantas, walau aku lebih takut
tidak terbalas namun perasaan ini memaksa dan mengakar untuk melanjutkan kisah
ini, kisah yang entah akhirnya seperti apa.
“Venus memang berbeda, dia memiliki keanggunan dan keteguhan layaknya
seorang putri. Dia adalah sosok yang menarik, bodohnya Sirius yang kalut dalam
ego hingga melepaskan Venus.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar