Laman

Selasa, 12 April 2016

Tujuh-belas Agustus



Halo everyone! :) Kali ini saya akan membahas tentang “tujuhbelas Agustus”, yang pastinya semua orang pasti ramai memperbincangkan angka yang saya anggap sebagai lambang nasionalisme di Indonesia ini. Sebenarnya saya cukup prihatin akan kondisi Indonesia yang semakin memburuk ini, tahukah kalian kalau Indonesia menduduki peringkat ke-2 sedunia yang paling banyak koruptornya? Ya, ini sangat ironis sekali. Menjelang Hari Kemerdekaan yang ke-68 ini, kita banyak menemukan kasus korupsi di TV. Kalau boleh saya bilang, korupsi hanyalah sebagian kecil masalah yang dihadapi di Indonesia. Masih banyak jutaan masalah yang dihadapi oleh Negara yang kaya akan rempah-rempahnya ini. Kemiskinan masih merajalela, pembangunan daerah yang belum merata, Sumber Daya Alam yang kurang terolah dengan baik, pengangguran yang semakin meningkat, kasus kriminal, etika dll. Saya selalu mengamati kasus-kasus ini sejak kecil dan sampai sekarang saya berusia tujuhbelas tahun ternyata masih belum ada perkembangan. Saya sangat mencintai Negara yang menjadi tempat dimana saya lahir, saya mengakui dengan kekayaan alam dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia tetapi semua itu hancur karena ulah manusia-manusia yang kurang memiliki tanggungjawab serta kejujuran. Saya sangat senang disaat kecil pasti banyak diadakan lomba-lomba sederhana seperti: balap karung, joged balon, bakiak, lomba makan kerupuk, memasukan pensil ke dalam botol, lomba balap kelereng dengan menggunakan sendok, memasukan belut ke dalam botol, dll. Tetapi semakin bertambahnya usia, saya semakin jarang melihat lomba-lomba itu. Padahal lomba-lomba itu dapat memicu semangat yang tinggi dari setiap pihak dan jujur saja saya sangat rindu akan semangat yang membara disaat perlombaan dimulai sampai pada puncaknya yaitu tujuhbelas Agustus. Terkadang saya hanya asal melewati tanggal kemerdekaan ini karena suasananya sama, tidak ada lomba atau pun sesuatu yang sangat melambangkan hari kemerdekaan Negara ini, hanya ada upacara yang tidak semua orang serius memperhatikan dan saya pun merasa lebih serius mengikuti upacara hari Senin seperti biasa dibandingkan upacara Hari Kemerdekaan. Miris sekali bukan? Bung Karno sangat gagah saat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, bahkan semuanya hening karena serius dan sangat menginginkan kemerdekaan pada saat itu. Tetapi apa jadinya Negara ini setelah merdeka? Banyak kasus negatif dan hutang luar negeri yang sangat tinggi. Sering kali muncul di media komunikasi “Apakah merdeka hanya tinggal kata saja?” dan saya rasa tidak seperti itu. Buktinya setelah merdeka pun masih bermunculan pahlawan yang berjuang demi mempersatukan Indonesia agar tidak terpecah belah, itu artinya masih ada kata merdeka yang hidup setelah Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan. Yang menjadi keprihatinan bangsa Indonesia sekarang adalah kurangnya rasa nasionalisme, ini membuat semua kasus di atas terjadi. Kalau setiap bansga Indoesia memiliki rasa nasionalisme yang tinggi pastilah ada rasa memiliki tanah air tercinta ini, bukan merusak alamnya atau bahkan mencoreng nama baiknya. Inilah yang perlu kita benahi, rasa nasionalisme pasti bisa memperbaiki Negara tercinta ini. Saya harap dengan di postingnya tulisan ini, yang membaca bisa lebih terbangun dan sadar akan rasa nasionalisme karena kalau bukan kita sendiri yang bangga akan Indonesia, lalu siapa lagi? Katanya Negara ini dicinta oleh bangsanya tetapi mana buktinya? Yang saya lihat adalah lebih banyak yang tidak peduli daripada yang peduli. Untuk itulah kita perlu menjaga kebudayaan yang kita miliki serta kita haus melestarikannya. Jangan hanya mendemo disaat kebudayaan dan kepunyaan Indonesia telah diambil tetapi kita harus mencegahnya dan kita harus menjaganya. Dengan usia Indonesia yang ke-68 ini semoga sedikit demi sedikit kita melakukan perubahan yang pasti tentunya ini semua bukan untuk Negara ini saja tetapi untuk kepuasan kita yang menjadi bangsa Indonesia J Hanya itu yang dapat saya bagi kepada kalian semua, semoga bermanfaat yah. Ingat! Jangan asal membaca dan melihat foto penulinya *eups* Sampai jumpa di posting berikutnya. Bye! Salam kemerdekaan tujuhbelas .

Why game is so important?

Hallo Blogers! kali ini kita kembali lagi dalam postingan saya yang paling baru yaitu tentang “Game”. Mau tau alasannya kenapa saya mau ngebahas tentang game? Okey, semua ini diawali oleh kenangan masa lalu saya tentang sebuah permainan bersama keluarga dan jujur saya saya baru melihat bintang kecil sebagai sebuah inspirasi besar dihidup saya yang mampu membuat saya bercermin dan akhirya menyadari J Tanpa basa-basi lagi ayo kita mulai pembahasannya …
Bagi kalian yang sudah pernah merasakan permainan di mall-mall terdekat seperti timezone, gamemaster dll. Pasti tidak akan sulit untuk mencerna pembahasan kali ini. Tepatnya bulan November akhir saya pergi bermain ke Game Master di Griya Plaza Sumedang karena dari dulu saya sangat senang pergi ke tempat seperti itu. Alasannya bukan karena saya senang bermian di mall tetapi karena kalau disana saya bisa bermain dengan banyak orang dan saya tidak merasa kesepian, walaupun saya sangat jarang mengunjungi tempat bermain seperti itu. Kadang orang-orang berfikir bahwa umur saya yang telah 17 tahun ini tidak terlalu pantas lagi untuk bermain di game master atau timezone tetapi ada satu hikmah dan saya sangat bersyukur karena kemarin lusa saya pernah bermain kesana. Mau tau alasannya? Okey, saya kasih tau alasannya.
Seperti biasa, saya pergi kesana dan memandangi seseorang bermain Pump it Pump dan jujur saja mata saya selalu terkagum-kagum melihat skill seseorang yang sanggup bermain Pmp it Pump karena saya sendiri saya sulit bermain permainan itu -_- Ya, rutinitas permainan saya di tempat seperti itu adalah bermain bola basket, tembak-tembakan, balap motor dan balap mobil. Semua permainan itu adalah permainan favorit saya, kalian tau kenapa? Karena menurut saya itu sangat seru J Pump it Pump juga adalah permainan yang seru dan sangat menantang tetapi saya masih malu bermain permainan itu karena skill saya dibawah rata-rata :’) Nah bermenit-menit mata saya sedang jeli melihat seseorang bermain Pump it Pump dengan handalnya tetapi tiba-tiba seorang anak kecil yang usianya balita dengan lucunya mendekati Pump it Pump dan berusaha menginjak-nginjak tanda panahnya walaupun kakinya tidak sampai dan saya tertawa karena:
1)     Anak kecil itu lucu dengan pipi seperti bakpau, matanya yang bulat, kulit putih dan mungil
2)     Anak kecil itu berusaha keras mengikuti teman saya yang bermain Pump it Pump
Ternyata anak kecil yang bisa mencuri perhatian saya sejak tadi itu berumur 3 tahun dan dia adalah perempuan yang sangat lucu. Dia didampingi oleh kedua orang tuanya. Inilah yang membuat saya terkagum-kagum dan tumbuh menjadi sebuah inspirasi yang harus saya bagi kepada kalian semua wahai para blogers haha
Orang Tua dari anak kecil itu terus mengikuti lari-lari mungil anaknya yang mengelilingi seluruh area Game Master, dengan sabarnya orang tua anak itu terus mendampingi dan memberi semangat kepada anak kecil itu padahal anak kecil itu belum bisa menggerakan palu ataupun bermain Pump it Pump tetapi kedua orang tua dari anak itu siap membantu dengan raut wajah senang. Ya, inilah yang membuat saya tersentuh karena waktu saya masih kecil, kedua orang tua saya sering membawa saya ke Game Master atau Timezone untuk bermain bersama dan saya dan adik-adik saya. Saya masih ingat jelas dimana papah membantu saya memukul tikus-tikus yang ada timezone, saya masih ingat banyak sekali kenangan saya saat bermain bersama keluarga di Timezone atau pun Game Master. Kalau tidak salah saya pernah mendengar atau membaca bahwa Timezone adalah tempat bermain bersama keluarga dan itu terbukti dari apa yang saya lihat kemarin-kemarin di Game Master. Tujuan utama saya bukan untuk mempromosikan Game Master ataupun Timezone tetapi tujuan saya membuat posting ini hanya ingin berbagi rasa sangat bahagia karena orang tua sangat menyayangi saya seperti orang tua anak kecil itu yang sabar dan mau menuntun anak kecil yang mungil itu untuk bermain. Saya sangat terharu sebenarnya tetapi bukan karena saya alay atau lebay yaa, ini karena saya semakin sadar bahwa orang tua saya sangat menyayangi saya dari dulu hingga sekarang, karena betapa banyak uang yang telah dikeluarkan dari saku kedua orang tua saya hanya demi bermain dan membuat saya senang.
Bermain yang paling menyenangkan adalah bermain bersama keluarga dan jujur saya sangat rindu dan sangat bersyukur karena saya mempunyai kedua orang tua seperti mamah dan papah saya J Menghabiskan waktu untuk tertawa, belajar dan bermain itu sangatlah menyenangkan apalagi jika didampingi oleh orang-orang yang kita sayangi seperti keluarga.

Nah blogers, itu adalah cerita yang dapat saya bagi kali ini kepada kalian semua. Semoga postingan saya kali ini bisa bermanfaat yah dan satu kutipan yang perlu kalian ingat dari postingan ini adalah “Bermain bersama keluarga” yang artinya adalah menghabiskan waktu bersama-sama dan berbagi ceria bersama orang yang kita sayangi J Semoga kalian juga dapat terus bermain dan berbagi bersama yah. Terima kasih telah membaca postingan ini. Sampai jumpa di postingan selanjutnya ;)

Minggu, 29 Maret 2015

Baca, mungkin suatu pertanda

Masih di hari yang sama. Setelah bermain dan dipuaskan oleh kemenangan tiba-tiba aku teringat akan buku. Aku senang membaca, apalagi aku sangat mengagumi sosok 'Khadijah' tapi nampaknya kamu telah lupa akan sesuatu karena disibukkan oleh duniamu dan orang lain. Padahal aku teringat dengan sebuah surat yang aku beri untukmu, ternyata tidak dipertanyakan. Itu artinya kamu memang tidak peduli. Aku dan diriku kini begitu yakin, aku tidak sakit dan menyesal justru aku bersyukur karena aku semakin teringat akan sebuah ilham
"Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya" (Imam Syafi'i)
Aku tidak menyesal saat itu bahkan aku bisa bernafas lega. Tetapi langkahmu tegap menyapa bayanganku dalam ruangan yang ramai itu. Aku lihat tanganmu mencoba meraih sesuatu dari tas yang biasanya kau bawa, ternyata itu adalah sebuah buku berjudul 'Aisyah' dengan cover buku berwarna hijau, memberikan ketenangan seperti sosok Aisyah yang sering aku bayangkan. Ternyata kamu ingat akan buku itu, jujur saja aku merasa senang namun aku hanya berani diam dan hatiku perlahan tersenyum sabit.
"Kenapa aku tidak bisa mengerti sama sekali isi buku ini?" Kamu mengeluh seperti memang sulit dibaca lalu aku pertegas langkah mengampiri dirimu yang menggenggam buku hijau itu dengan kedua tanganmu.
"Mana sini aku lihat." Aku bacasatu persatu kata hingga kalimat dan akhirnya paragraf, namun aku tidak sebingung dirimu, mugkin kamu tidak begitu menyukai buku dan tulisan sehingga memandang ini berat.
"Mau coba baca? Ini." Dengan ringan kamu berikan buku itu kepada diriku dan tentu saja aku siap membaca karena aku penasaran.
Mata ini memfokuskan pandangan kepada sebuah buku, namun bukannya dibuat bingung, aku malah tergores hatinya oleh beberapa kalimat di dalam buku ini, entah mengapa saat aku tahu Aisyah adalah cinta terakhir dan istri dunia akhirat Rasulullah SAW, hatiku merasa sakit, bukan karena aku tidak terima namun aku tidak begitu mengerti karena selama ini aku hanya mencoba menggali cinta Nabi Muhammad bersama Khadijah. Aku memang begitu menyukai sosok Khadijah, cinta sejati Rasulullah SAW. Namun mengapa Aisyah yang menjadi istri dunia akhirat? Aku tahu begitu cerdas sosok Aisyah, atau mungkin hatiku ini memiliki emosi yang keterlaluan? Astagfirullah aku harus berusaha menetralkan dan menghapuskan rasa sakit ini, padahal aku bukanlah Khadijah tapi perasaan ini terlalu berlebih seolah-olah aku adalah Khadijah, aku takut perasaan ini akan menjadi dosa. Aku mencoba mencari teman diskusi, tapi kamu tertidur pulas di kursi yang tepat berada 6 langkah dari tempat dudukku. Padahal aku ingin bercerita walaupun aku tahu kamu akan berfikir bahwa aku berlebih atau apa itu namun aku perlu diskusikan buku ini dan perasaan apa yang aku dapat. Bukan aku tidak menghormati sosok Aisyah yang cerdas bahkan ia bisa menghafal ribuan hadits. Aku sepertinya belum benar-benar mengerti tentang kisah ini. Seperti orang kebingungan saja namun aku bertekad terus membaca, selagi menunggu kamu terbangun. Beberapa belas menit kemudian kamu memang terbangun dari tidur dan aku mengisyaratkan sesuatu, berharap kamu bisa mengerti bahwa ada hal yang ingin aku tanyakan dan ungkapkan.
"Lelah sekali, baru sebentar tertidur"
"Kak, ada yang janggal di buku ini.. Bukan, mungkin saja ini hanya aku yang berlebihan"
"Ada apa?"
"Kenapa yah ada perasaan sakit.. Bukan, maksudku di buku ini tertulis Aisyah adalah cinta terakhir Nabi Muhammad, lalu Khadijah adalah Cinta Sejati Nabi Muhammad, tapi mengapa di buku ini kesannya melebih-lebihkan Aisyah? Maksud aku, bukan hadits yang salah namun opini yang ditulis oleh penulis, atau mungkin ada hal yang belum aku paham?" Mukamu terlihat bingung dengan semua narasi pertanyaan yang aku ungkapkan.
"Nanti yah kakak coba cari buku dengan penulis lain, sudah jangan terlalu difikirkan"
Mungkin memang benar aku terlalu berlebihan tetapi aku begitu memikirkannya.
"Shalat yu?"
"Iya kak"
Dengan langkah yang cepat aku melangkahkan kaki ke masjid bersama seorang laki-laki dan kerap kali dia memandangku bingung.
"Sudahlah, jangan terlalu difikirkan"
"Iya kak"
Sebenarnya aku berharap mendapat Ilham tentang perasaan dan sejuta pertanyaan difikiranku setelah shalat ashar namun setidaknya aku dapati tenang di dalam jiwaku dan teduh atas fikiranku. Aku masih ragu untuk melanjutkan membaca buku hijau yang menorehkan kisah wanita hebat bernama 'Aisyah', aku takut perasaan bingung ini bangkit lagi.
Laki-laki itu menghilang sampai adzan maghrib berkumandangan, sementara aku memulai rapat seperti biasanya, menyelsaikan tanggungjawab dan kewajibanku satu persatu. Selesai ibadah shalat maghrib, laki-laki itu muncul kembali dan aku langsung bergegas pulang. Langkahku menjauhi gedung yang dipenuhi keramaian orang-orang, tetapi perasaan ini seperti ingin kembali kesana dan memaksa aku untuk memutar balik arah langkah kakiku dan benar saja.
"Hei"
"Iya kak"
"Mau kemana?"
"Pulang.."
"Hayu bareng"
"Apa?" Aku entah ingin menolak atau tidak tapi di jika bukan dengan dia, aku akan pulang dengan siapa lagi? Sedangkan hari sudah semakin malam.
"Yuk, motor kakak masih di parkiran atas"
"I.. Iya"
Akhirnya empat kaki berjalan bersama dengan semu bayang malam yang ditemani remang cahaya lampu lingkungan kampus, lalu aku nyalakan senter dari HPku, Laki-laki ini mengikuti tingkah lakuku dengan menyalakan dan menunjukan bahwa ia punya senter juga di HPnya namun itu membuatku tertawa kecil
"Masih kefikiran bukunya?"
"Masih hehe"
Benar ternyata aku mencoba membuka pintu hati ini sedikit demi sedikit, mungkin saja laki-laki ini adalah cobaan yang menguji samapai dimana kesungguhan dan imanku. Laki-laki yang kerap kali aku hormati karena ilmu dan sikapnya yang sopan.
"Udah makan?"
"Belum kak, justru tadi tuh mau jalan kaki gara-gara mau makan"
"Kemarin kan kamu sakit, harusnya kamu makan dulu. Kakak udah makan, jadi ga bisa nemenin kamu"
"Lho? Siapa yang minta ditemani?"
"Kan biasanya kamu ditemani sama temen kakak makannya"
"Kan temen kakak yang mau nemenin juga"
"Tadi kakak udah makan dan kenyan banget, bawa bekel dari rumah"
Aku kadang kebingungan dengan sikap dan tingkah laku dia yang entah memberikan arti atau tidak. Yang jelas aku bahagia walau aku bertanya-tanya karena biasanya dia tidak pulang sepagi ini, maklum saja dia seorang aktivis kampus seperti diriku.
"Kapan-kapan ajah yah kita makan barengnya" Aku terkejut karena aku laparnya hari ini mengapa harus makan bersama laki-laki ini jika esok atau lusa atau minggu depan aku lapar. Lalu dia berhenti di depan tempat tinggalku.
"Jangan kemana-mana, kapan-kapan ajah yah"
Aku kebingungan dan berterima kasih saja, lalu kendaraan itu pergi bersama pengendaranya yang arahnya sempat membingungkan. Aku banyak menerka-nerka namun diselangi perasaan senang akan buku bewarna hijau yang ia pinjamkan. Malam yang pajang itu aku gunakan untuk istirahat, setelah sekian lama aku menyibukkan diri dengan menyelsaikan tugasku satu persatu.
***********
Esok pagi aku terbangun ditemani dengan dinginnya udara dipagi hari. Seperti biasanya, aku memeriksa HP dan membuka sosial media, sebuah kenyataan yang menyakitkan di pagi itu. Ternyata kamu pergi malam itu, menghabiskan waktu bersama yang lainnya dan di dalam gambar itu terlihat jelas kamu berada terus di samping seorang wanita, dia temanku.
'Mengapa sakit yah? Padahal kemarin aku sudah yakin namun sempat diguncangkan lalu....'
Sedikit sekali aku mengambil kesimpulan bahwa aku memang sedang dicoba, jangan sampai terulang kejadian yang sama, setidaknya aku lebih menaruh batas, bertindak profesional dan bismillah...
Mungkin buku itu suatu pertanda :)
"Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya" (Imam Syafi'i)

Congklak

Hari yang panjang, aku masih menunggu disuatu ruangan. Ruangan yang selalu penuh dengan agenda padat. Bandung yang nyaman karena setiap hari ditemani hujan. Kali ini aku mulai berkaca menatap kedua bola mataku yang sudah berhari-hari hanya sebentar terpejam. Ditengah lantunan adzan yang berkumandang di hari Jum'at, aku siapkan diri mencoba menebang seluruh bayangmu dan mencabutnya sampai ke akar fikiranku. 'Harusnya aku bisa lebih fokus lagi berada dalam rutinitas ini' kerap kali aku berbicara seperti itu di dalam hati. Pikiranku tiba-tiba berubah fokus saat aku bisa memainkan sebuah mainan sederhana yang sering aku mainankan dari dulu dengan Ibu dan adik-adikku. Semangat anak kecil masih membara di dalam diriku, biasanya aku selalu menjadi pemenang dalam permainan ini, "Congklak". Aku pastikan aku masih hafal benar taktiknya. Ditemani dengan teman-teman yang ada di ruangan itu. Satu persatu aku kalahkan mereka, dibayar ingatan ini dengan rasa kepuasan atas kemenangan.
"Aku adalah ratu di dalam permainan ini! haha" itulah kata-kata yang dapat aku ekspresikan melihat mereka berfikir bagaimana cara mengalahkanku. Padahal ini semua hanyalah taktik yang aku ingat, dan ingatan inilah yang membantuku. Jiwa kekanak-kanakan yang masih ada di dalam diriku, aku biarkan itu tumbuh dan hari ini menjelma. Sampai disuatu sudut aku melihatmu memandang beberapa kali. 'Abaikan saja, jangan ganggu dia' aku mencoba bermain lagi sampai semua teman-teman kehabisan langkah.
"Boleh ikut main?"
Laki-laki ini menghampiriku lagi, 'sebenarnya apa yang benar-benar dia inginkan?'
"Boleh, silahkan" setidaknya bersikap profesional adalah yang bisa aku lakukan saat ini.
"Kakak lupa-lupa ingat memainkan ini." Dia jeli memperhatikan tanganku dan perkataan yang keluar dari mulutku, mungkin dia benar-benar lupa.
"Apa kakak sudah pernah memainkannya?"
"Sudah, tapi lupa haha" sekali lagi aku masih bisa berkonsentrasi dan menunduk, mencoba fokus kepada mainan anak kecil ini.
Wajahnya benar-benar kebingungan dan berulang kali ia mencoba secepat diriku. Sesekali menembak dan sesekali terjatuh, permainan anak kecil memang memberikan emosi yang kuat atau mungkin hanya aku yang merasa seperti ini. Aku benar-benar senang, entah senang karena bisa memenangkan permainan atau senang karena aku bisa bermain dengan dia. Laki-laki yang sudah berulang kali kalah dalam permainan "Congklak" melawan wanita sepertiku
'Sepertinya labirin di dalam hatiku sedikit terbuka lagi'

Sabtu, 07 Maret 2015

Kisah Bimasakti: Kelahiran Xena

Aku adalah sebuah planet baru, planet yang belum lama diketahui mengorbit dan berotasi di Bimasakti. Tidak banyak yang menyadari keberadaanku, kecuali mereka yang memang tergila-gila pada langit dan isinya. Aku hanyalah sebuah bagian kecil dari Bimasakti, yang berada di orbit paling luar, terlihat bagai partikel debu di luasnya Bimasakti.
Suasana di galaksi ini tidak begitu asing, aku memang dilahirkan di sebuah galaksi yang begitu tersohor. Sebuah galaksi yang penuh gemerlap, sebuah galaksi yang memuat kehidupan. Warna setiap partikel yang ada ditubuhku adalah biru, karena disetiap zat yang ada ditubuhku ini adalah air seperti layakya Neptunus dan Uranus.
Aku menikmati rotasi demi rotasi yang terjadi, revolusi demi revolusi. Aku melihat begitu banyak planet lain di sini, terusun, berputar didalam sebuah orbit dengan Sang Surya sebagai pusatnya. Semua berjalan normal, tidak ada yang istimewa, hingga saat itu tiba, saat ketika aku berpapasan dengan Venus, dewi diantara para planet, dewi yang dikagumi oleh seluruh isi Bimasakti.
Pengalaman itu begitu membekas. Aku begitu lama mengamatinya, mengintip dibalik  raga para planet lain, planet yang jauh lebih dekat dengannya, planet yang memiliki kedekatan lebih awal dengannya.  Suaranya begitu jelas terdengar, merdu, setiap baris kata yang terucap selalu memiliki makna yang menarik untuk digali, kata-kata yang menjadi candu bagiku untuk selalu mendengarnya. Tanpa terasa, aku telah jatuh  kepadanya. Sebuah planet yang memiliki cahaya putih, revolusi yang begitu cepat begitu memukau seisi Bimasakti.
Gila memang, aku mengagumi sosok Venus yang begitu sempurna, sosok Venus yang telah mampu membuat Sang Surya takluk dihadapannya, yang mampu membuat Saturnus dan Uranus saling berebut berada lebih dekat dengannya.
Venus, aku kini begitu memujanya. Kadang bahkan dengan nekatnya aku mencoba memasuki  orbitnya. Bodoh memang, sebuah planet antah berantah sepertiku mencoba memasuki orbitnya yang bahkan tak dapat ditembus oleh Yupiter, Uranus, Saturnus bahkan Sang Surya. Aku telah larut dalam sebuah kekaguman yang membodohkan, kekaguman yang mebutakan, kekaguman yang merambat perlahan menuju inti.
Begitu sering aku memaksa mendekat, mencoba untuk berbicara, hingga akhirnya Venus bersedia memberikan sedikit waktunya. Memberikan sedikit waktu untuk dihabiskan dengan aku, sang planet kecil yang bahkan tidak bernama begitu indah. Menghabiskan sedikit waktunya untuk membahas kisah – kisah hidupnya yang aku lewatkan. Memberikan sedikit waktu, yang ternyata menjadi sebuah awal dari sebuah kisah yang entah akan jadi seberapa panjang.
Siapa sangka, planet seanggun Venus ternyata menyimpan kisah yang begitu memilukan, kisah mengenai perjuangan serta pengorbanan yang dibalas dengan pengkhianatan. Kisah yang memberikan pelajaran tentang kerelaan, kesabaran, keikhlasan dan kepedulian. Aku mematung, aku membatu ketika ia berbicara tentang Sirius. Sirius adalah bintang yang paling bersinar di jagad raya bahkan cahaya birunya begitu indah tetapi ia memang sudah memiliki sosok bintang lain yang ditakdirkan oleh langit yaitu Vega. Ternyata hati Sang Dewi tidak akan bisa diketuk begitu mudah, begitulah yang meteor ceritakan ketika melihat Sang Dewi dari kejauhan. Aku merasa semakin menciut, perlahan ingin kutarik diriku dari dekatnya lalu menghilang, aku merasa tak sebanding dengannya. Dengan kisahnya. Hanya saja inti ini ternyata masih menolak. Tidak ada tenagaku yang sanggup menjauh dari sinar putihnya, bahkan menolak bayangnya pun aku tidak bisa. Lalu aku bertekad untuk melanjutkan kisah ini, sampai dimana ia berhenti akan aku ikuti alurnya. Biar langit memperhatikan, walau aku tidak merasa pantas, walau aku lebih takut tidak terbalas namun perasaan ini memaksa dan mengakar untuk melanjutkan kisah ini, kisah yang entah akhirnya seperti apa.
Venus memang berbeda, dia memiliki keanggunan dan keteguhan layaknya seorang putri. Dia adalah sosok yang menarik, bodohnya Sirius yang kalut dalam ego hingga melepaskan Venus.


(Sebuah karya kolaborasi dari Bimasaki)


Minggu, 07 Desember 2014

enambelas

Karya : Yuniasari Megandini
16
“Kita semua mempunyai hal yang spesial dan rahasia di dunia ini.”
Aku adalah gadis yang 3 jam lagi bertambah umur menjadi 16 tahun tetapi aku rasa ada yang kurang di sisiku. Entah aku berprasangka buruk bahwa aku hanya satu di dunia ini. Sebenarnya aku ingin tahu sekali saat pertama kali aku menarik nafas yang pertama kalinya di bumi, apakah semua orang menyambutku? Atau malah sebaliknya. Aku mempunyai keluarga dan aku adalah anak satu-satunya. Ibuku pernah bercerita bahwa saat aku dilahirkan ke muka bumi ini, keluarga dari Ayahku tidak ada yang mau menengok. Aku tahu itu sangat menyedihkan, karena Ayahku ingin dijodohkan dengan perempuan lain tetapi Ayah lebih memilih Ibu karena cinta yang menyatukan mereka. Tuhan, aku tahu bahwa aku harus sabar dan lebih tabah lagi untuk menerima kenyataan bahwa aku terlahir ke dunia ini disaat suasana kelam.
            Langit begitu mendung karena tidak ada bintang yang menghiasi malam ini. Aku menunggu orang tuaku karena di malam yang dingin ini aku ingin kedua orang tuaku berada di sampingku dan menceritakan tentang masa-masa indah saat kita bersama. Kendaraan-kendaraan berasap melewati tempat ini dari tadi, entah mengapa aku hanya merasa sesak dan seperti sangat jauh dengan orang lain. Di depanku sudah ada kue besar dan lilin yang berbentuk angka 16 dihiasi lilin-lilin warna-warni di depannya.
            “Tuhan, malam ini aku ingin suatu keajaiban terjadi.” Aku mengepalkan kedua tanganku dengan penuh harap.
            Disini sangat gelap, aku bahkan tidak dapat melihat tanganku sendiri, dan aku mulai mengingat-ngingat ulang tahunku yang dahulu. Waktu aku berumur 3 tahun, aku berada di antara gedung mewah dan disanalah ulang tahunku dirayakan, pesta megah dan kue-kue besar menghiasi setiap sudut, balon-balon dan banyak badut, semua hadiah menggunung di hadapanku. Itulah potret yang kulihat dari album yang ada di dalam rumah. Yang paling membuatku bahagia adalah pasti banyak orang yang mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Alangkah sangat bahagianya dahulu, aku semakin ingin kembali kepada masa lalu yang penuh warna itu. Disaat kedua orang tuaku selalu ada disisiku untuk menjaga putri kecilnya dan itu terasa sangat manis sekali bagaikan kue keju panggang yang baru saja di keluarkan dari oven.
            Disaat ulang tahunku yang ke-4 dan ke-5, pesta itu menghilang tetapi masih banyak kue walaupun tak sebesar yang dahulu, tidak ada hadiah atau pun badut, hanya ada orang tuaku dan semua sanak saudara disampingku. Aku masih tertawa karena banyak sekali orang disampingku, masih ada kehangatan disaat kita bersama. Tetapi disaat usiaku yang menginjak ke-8 tahun semua itu berubah, tidak ada lagi pesta, bahkan tidak ada lagi ucapan dari sanak saudara, yang ada hanya keluarga dan satu kue untuk menghiasi umurku yang bertambah ini, aku sering diberi uang saku lebih dan itu aku pakai untuk makan teman-temanku, itulah kebiasaan yang sering aku lakukan, walaupun tidak banyak dan tidak mewah tetapi ucapan dari keluarga dan orang-orang yang ada disekitarku sangatlah berharga.
            Tiba-tiba suasana bertambah sangat dingin, aku dengar bunyi hujan dari luar jendela rumahku. Tetapi entah mengapa aku merasakan tubuhku juga  mendingin seperti terkena air. Malam ini benar-benar terasa sangat panjang karena detik-detik berjalan dengan begitu lemah. Aku sangat ingin melihat bintang tapi malam ini sangatlah kelam.
            “Ah, aku terhenti untuk bernuansa ke dalam masa lakuku lagi. Tapi mengapa sampai sekarang Ibu dan Ayah belum datang juga yah? Padahal ini hampir tengah malam.”
            Untuk mengulur waktu, aku juga ingin bercerita tentang ulang tahunku yang ke-14 tahun, disaat itu aku mempunyai teman yang sangat banyak dan mereka semua sering mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku dan tidak lupa orang tuaku yang sering mengucapkannya pagi-pagi sekali. Aku tahu orang tuaku sering sekali sibuk sehingga ayahku terkadang lupa akan ulang tahun putrinya sendiri tetapi Ibu selalu mengingat ulang tahunku dan Ibu sering meluangkan waktunya untuk membuatkan masakan atau pun kue bolu, padahal aku tidak memerlukan semua itu, bagiku bersama dengan kedua orang tuaku itu sudah cukup. Tetapi Ayah sering sekali tidak ada di hari ulang tahunku, aku sering merasa iri kepada teman-temanku yang lengkap keluarganya jika mereka berulang tahun, yang aku butuhkan bukanlah sebuah hadiah namun sebuah kebersamaan.
            Hujan nampaknya semakin reda dan angin malam pun mulai terdengar di telingaku, angin-angin itu seperti sedang berbisik dan berlomba-lomba ada di dekatku. Malam semakin terasa sangat menusuk untuk membawaku kembali ke masa lalu. Di ulang tahunku yang ke-15 aku semakin jauh dengan keluargaku bahkan dengan orang-orang yang aku kenal, tetapi kedua orang tuaku mengucapkan selamat ulang tahun lewat telefon genggam. Aku harus mengerti betapa sulit keadaan ini dan sebenarnya aku semakin merasa sepi, karena hanya dalam jangka waktu 1 tahun semua kejadian bisa berubah begitu saja dan aku semakin terpisah dengan kedua orang tuaku. Itulah yang membuatku berharap agar kedua orang tuaku berada di sampingku untuk malam ini,disaat umurku bertambah.
            “Tuhan, bolehkan aku berharap? Seperti gadis korek api yang dimana saat ia menyalakan sebatang korek, permintaannya akan terkabul. Bisakah itu terjadi Tuhan? Aku butuh keluargaku di malamini.”
            Aku pun mengambil korek dan mulai menyalakan lilin-lilin yang berada di atas kue ulang tahunku dan air mataku pun menetes lalu aku tertawa dengan lirih.
“Tuhan. Lihat! Aku yang coba menghibur diriku sendiri dari tadi. Aku telah membohongi diriku sendiri! Aku tak bisa melihat! Aku tidak tinggal di dalam rumah! Aku tidak mempunyai kue ulang tahun! Aku tidak memunyai sebatang lilin ulang tahun atau pun lilin biasa. Dan yang paling menyedihkan orang tuaku telah meninggal setahun yang lalu karena disaat aku dan keluargaku pergi untuk menghabiskan waktu bersama, ternyata mobil kami jatuh ke jurang dan hanya aku yang selamat tetapi aku sekarang tak bisa melihat!”
“Tuhan, aku tahu sekarang aku tidak punya siapa-siapa lagi. Tapi bisakah kedua orang tuaku ada disini? Satu menit saja itu sudah cukup. Aku butuh mereka untuk menjadi mataku, aku butuh mereka untuk menyejukkan jiwaku, aku butuh mereka untuk menjadi mataku walaupun hanya semenit saja. Apakah itu sulit?”
Air mataku  terjatuh dan aku tidak tahan. Di jalanan yang ramai ini, aku hanya berada di pojok jalan tanpa bermandikan cahaya lampu, aku kehujanan, aku kedinginan di bawah selimut malam, aku begitu lapar dan aku tak mempunyai siapa-siapa. Aku tak bisa melihat bintang karena aku buta, aku tidak bisa melihat kedua tangan yang aku miliki karena aku buta. Inilah kisahku yang nyata. Entah mengapa air mata ini tak ada habisnya untuk mengalir walaupun mega telah berhenti menangis namun air mataku ini tetap mengalir.
“Aku harus tegar kan Tuhan? Ini memang sangat menyedihkan, di umurku yang ke-16 ini aku hanya ada satu permintaan. Suatu saat nanti tolong pertemukan aku dengan kedua ornag tuaku, agar aku bisa meluapkan semua rindu dan duka yang telah kupendam begitu lama. Walaupun aku tidak bisa melihat namun aku masih bisa merasakan bahwa masih ada kehidupan walaupun aku terasingkan di dalamnya.”
Itulah kisah menjelang ulang tahunku yang ke-16. Hidup itu kadang manis dan kadang juga terasa pahit. Aku yakin suatu saat nanti aku akan menemukan manisnya hidup lagi, seperti dulu yang pernah kurasakan walaupun tanpa keluarga disisiku tapi aku bisa merasakan keluargaku ada disini. Sama halnya waktu aku pertama kali menghirup nafas di bumi sampai pada suatu saat aku menemukan kehidupan baru di dunia ini.
“Aku yakin Tuhan, suatu saat nanti aku akan menemukan sebuah kehidupan di alam yang abadi dan bahagia di dalam masanya, dimana aku akan bisa melihat dan keluargaku ada disampingku untuk tersenyum bersama. Aku percaya , Tuhan.”

Kisah 16 tahun seorang gadis yang kedinginan dipinggir jalan. Inilah kisahku. Orang-orang selalu bertanya, bagaimana aku bisa bertahan hidup di dunia yang telah mengambil semua kebahagiaanku. Tapi aku tidak berfikir bahwa dunia ini kejam, aku tidak pernah berfikir bahwa Tuhan telah mengambil semua kebahagiaanku. Karena aku masih memiliki hati untuk tetap berperasaan dan bertahan hidup, aku masih memiliki kedua tangan yang bisa aku pakai untuk meraba-raba, aku masih memiliki kedua kaki yang selalu membantuku untuk berjalan, aku masih memiliki kedua telinga yang aku gunakan untuk mendengar,  aku masih memiliki akal fikiran yang selalu aku gunakan untuk mengingat semua potret yang pernah aku lihat dulu dengan kedua bola mataku dan yang paling penting aku masih memiliki Tuhan yang selalu menuntun dan melihatku.

Sabtu, 17 Mei 2014

Untuk bisu yang harus terucap

Kertas usang kini telah berdebu
Malam ini pun masih berselimut kabut dengan dentingan waktu yang memengaruhiku
Akan ku coba untuk menulis bait demi bait lagi tentangmu
Semoga ini dapat menebus semua bisuku

Masih pada detik yang sama
Dan aku masih tidak dapat beranjak dari sini
Kulihat kamu mencoba mengitari sekelilingku
"Ah, mengapa terasa sesak?"
Gerakmu membuatku sulit bernafas
Tapi nafasmu terlihat begitu panjang
Apakah ini adil menurutmu?
Tangis yang selalu jatuh ke dalam
Kini hatiku tak sanggup membendungnya
Rasanya bendungan ini akan pecah dengan sendirinya
Tumpahlah semua membanjiri dataran tempatku melihat
Bisakah kita bicara tentang perasaan dan rasa lelah?
Ya, rasa lelah...
Lelahku kini telah berada di ujung jurang
Akankah kau tenggelamkan untuk menjadi trauma?
Atau malah kau tarik rasanya lalu kau dekap dan hapuskan semua lelah itu?
Apa kau bisa?
Aku kira semua tak akan berjalan lama
Maafkan aku yang tak sanggup mengunci rasa di dalam hati ini
Tapi aku benar-benar tidak dapat menyanggupinya lagi
Yang kau perjuangkan sekarang adalah hadirku
Harusnya kamu mengambil hatiku lalu simpan di memorimu
Tapi apa masih sempat?
Aku rasa semua terlambat karena aku lelah
Tak cukup satu untuk mengisi ruang hampa
Lalu kau ulang lagi takdir yang dulu pernah kualami kepada yang lainnya
Apa kau tak merasakan jera?
Aku sakit merasakan jera untuk kesekian kali
Biar Tuhan saja yang tunjukan jalan-Nya
Dan mimpiku selalu buruk tentangmu yang mungkin sebuah pertanda
Maafkan atas ketidakmampuanku
Maafkan atas doaku yang meminta Tuhan untuk menjauhkan kita
Maafkan atas doaku
Maafkan atas jeraku
Maafkan perasaanku atasmu

Subang, 17 Mei 2014
10:08 pm
Untuk bisu yang harus terucap